Kamis, 19 Januari 2012

Gatotkaca Tanding

Gatotkaca Tanding

PAGI ini seluruh keluarga Pandawa berduka. Tadi malam salah satu putra terbaik, Gatutkaca anak Bima tewas di medan perang. Tungku pembakaran jasadnya masih mengepulkan asap, membubung tinggi ke angkasa. Baranya bahkan belum padam. Wewangian merebak dan semua menundukkan kepala. Mungkin aku satu-satunya yang tidak menangis karena bagiku tak ada yang perlu ditangisi. Dia mati dengan hebat, bertempur dengan ksatria yang sama sekali bukan tandingannya, Karna Adipati Awangga, sulung Pandawa yang dibuang ibunya dan memilih bergabung dengan Kurawa. Aku tahu semua alasannya, jadi mengapa kini semua berlomba mengucurkan air mata. Satu-satunya yang berhak menangis adalah Pergiwa, istri Gatutkaca. Dia tidak pernah tahu untuk apa suaminya mati. Dan jika ada orang kedua yang pantas meratapi kematiannya, maka itu adalah aku karena aku yang melahirkannya.

Aku tidak akan lupa anakku lahir menderita. Tali pusatnya tidak terpotong oleh senjata apa pun. Semua keris dan panah terhebat Arjuna, bahkan senjata Cakra Kresna seakan-akan tak memiliki tuah apa-apa. Hanya ada satu senjata yang mampu, pusaka Wijayandanu yang dikuasai Karna. Saat itu Kresna, kiblat Pandawa, berkata, sesungguhnya Wijayandanu adalah hak Arjuna. Merebutnya dari tangan Karna bukanlah sebuah kesalahan. Kakak beradik itu segera terlibat pertarungan sengit. Arjuna hanya berhasil merebut sarung pusaka. Peristiwa itu membuatku percaya bahwa ada garis yang telah ditentukan untuk pilihan-pilihan manusia karena sarung pusaka yang sama sekali tidak tajam itu mampu mengakhiri penderitaan anakku, memotong tali pusarnya dan segera lenyap sesudahnya. Aku tak peduli, hanya melihat ia menjadi bocah kecil, lengkap dengan senyum kanak-kanaknya.

Nasib yang membawanya ke jalan yang lain, sama sekali bukan pilihanku tapi apa daya. Ia terpilih menjadi pembela dewa-dewa di kahyangan. Pracona dan Sekipu, raksasa-raksasa buas itu menyerang kahyangan membuat dewa kalang kabut. Anakku terpilih untuk menghadapi mereka. Permainan apa lagi ini?

Sebagai bayi, anakku memang istimewa. Tubuhnya kukuh mewarisi kekuatan bapaknya. Dan kudengar, saat bertarung dengan raksasa-raksasa itu, taring-taring tajam mereka tak berarti bagi tubuh Gatutkaca.

Aku tidak mau melawan bayi. Jadikan tubuhnya sebanding dengan kami.

Raksasa-raksasa itu meminta dan dewa yang menentukan. Sekali lagi anakku tak punya pilihan. Tubuh mungilnya dilemparkan ke lautan api Candradimuka. Sekian puluh pusaka kahyangan menyertainya, melebur dalam tubuh. Beberapa saat kemudian ia muncul dari kobaran api. Sesosok pemuda usia belasan yang kemudian membantai Pracona, raja raksasa penyerang kahyangan.

Arimbi istriku, sayang sekali kau tidak menyaksikan kehebatan anakmu. Sebagai ayah, kebanggaanku tak terkira.

Bima mengantarkan anakku sekembali dari kahyangan dengan bangga. Sesosok bayi dipisahkan dari susuanku dan pulang sebagai seorang remaja yang tak pintar berkata-kata. Kebanggaan apa yang aku miliki? Tak tahukah mereka bahwa aku masih ingin menggendong dan meninabobokan sebelum tidur dengan lagu anak-anak, mengajari berjalan dan menyuapi dengan riang. Kini anakku pulang dengan sorot mata yang asing. Aku tak akan kuat lagi membimbing tangannya dan bahkan tubuhnya pun telah setinggi ayahnya. Kumisnya melintang, dadanya bidang lengkap dengan bulu lebatnya. Namun ayahnya tidak pernah mau tahu kalau matanya tetap mata seorang bocah. Dia bahkan tak mengenaliku sebelum ayahnya mengatakan bahwa aku ibunya. Neraka meledak di kepalaku saat ia bertanya apa itu seorang ibu.

Waktu berjalan cepat dan ia segera menjadi ksatria paling setia di keluarga Pandawa. Semua orang menyayangi, merasa lebih berhak atas hidupnya dan selama itu pula aku hanya bisa menjadi penonton. Anakku menjadi milik semua orang, milik sekian ratus ribu prajurit yang merasa bangga dipimpin olehnya. Ia milik Pandawa yang telah memiliki rencana besar akan masa depannya. Betul. Jika dia ada di Amarta. Namun saat dia pulang dan berkumpul dengan saudara-saudaranya? Antareja dan Antasena dengan keriangan mereka bercanda di halaman, memanjat pohon beringin yang ditanam Trembaka, ayahku, sementara Gatutkaca hanya mengawasi dari kejauhan. Dalam tubuh kekarnya, aku merasakan jiwa kecil yang memberontak karena ia tidak pernah mengalami masa-masa indah sebagaimana saudara-saudaranya. Ia tidak pernah bergulat di kubangan, naik rakit batang pisang di kali kotor, menangkap capung atau sekadar kejar-kejaran. Dalam hidupnya tak ada sejarah layang-layang daun gadung, topeng tempurung atau sekedar perang-perangan. Ia hanya mengenal perang yang sesungguhnya, yang menjadikan nyawa sebagai taruhannya.

Aku pernah menanyainya suatu kali.

Anakku, apakah kau ingin memanjat pohon beringin itu? Yang ditanam oleh kakekmu?

Mereka tidak mengajakku.

Tapi kau boleh.

Tak ada jawaban.

Kau ingin menangkap capung?

Terlalu mudah bagiku.

Anakku mungkin memiliki pohon dan capung sendiri. Ya, di balik dada anakku yang bidang terdapat sayap pemberian dewa. Ia tak perlu memanjat untuk berkenalan dengan angkasa. Ia bebas pergi ke mana saja. Seperti burung elang, ia adalah penguasa di udara, tapi ia tetap tidak bisa bermain di sana. Segalanya terlewat begitu saja tanpa pernah tahu siapa yang telah merampasnya. Ia tidak pernah tahu barus bagaimana, di mana dan seperti apa. Tak tersediakah sekejap waktu untuk mengenalkannya pada apa itu senang, apa itu indah, apa itu duka? Biarlah ia tidak bergulat di kubangan. Ia tidak harus bermain layang-layang. Aku hanya ingin anakku menjadi seorang manusia.

Satu-satunya peristiwa yang membuatku bangga adalah saat dia jatuh cinta. Saat itulah aku melihatnya sebagai manusia, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dalam sebuah perjalanan ia berjumpa Pergiwa, seorang putri gunung anak seorang pertapa. Hatinya berbunga. Belum lagi mengerti apa yang sesungguhnya sedang ia alami, kekecewaan menderanya dengan kejam saat tahu bahwa gadis itu telah dijodohkan dengan Lesmana anak Duryudana Raja Hastina. Pergiwa telah merampas hatinya dan ia tak tahu harus berbuat apa selain terbang setinggi mungkin, menukik ke bukit cadas dan menghantamkan tubuhnya di bebatuan. Bukan tubuhnya yang hancur melainkan batu-batu yang pecah dan longsor ke bawah, mendebam bergemuruh menggempakan bumi.

Aku berterima kasih pada Kresna yang telah mengajarinya menjadi seorang laki-laki, mencuri pujaan hatinya, menikahi Pergiwa, dan dengan segera memberiku seorang cucu yang mewarisi kegagahannya, Sasikirana. Dua tahun berikutnya adalah masa terindah dalam hidupku. Setelah itu aku tidak boleh berharap terlalu banyak karena ia telah kembali pada kesediakalaannya. Hari-harinya adalah pertempuran, isi kepalanya adalah segala persoalan tentang bagaimana memikirkan taktik perang, memadamkan pemberontakan, memimpin pasukan ke negara seberang untuk memperluas jajahan.

Tubuh dan pikirannya sedang dibangun oleh Kresna -siapa lagi kalau bukan dia- demi menyambut Baratayuda, perang besar di Kurusetra. Kurawa dipenuhi orang-orang kuat berilmu tinggi dan Pandawa harus mempersiapkan segalanya mulai sekarang atau tidak sama sekali. Semua orang, bahkan aku percaya bahwa taktik Kresna adalah yang terbaik.

Hidup anakku diatur oleh Kresna. Bahkan peristiwa Tunggarana, sebuah tanah perbatasan antara Pringgandani dan Trajutrisna yang diperebutkan oleh Boma dan Gatutkaca, menurutku adalah perbuatan Kresna juga. Tanah gersang yang tidak seberapa luas itu mendadak melambung nilainya menjadi sebuah pertaruhan harga diri, sebuah persaingan antara Boma dan Gatutkaca. Keduanya merasa berhak atas Tunggarana dan rupanya kata-kata tak pernah cukup. Tak ada lain, pertarungan menjadi jawaban. Orang-orang beranggapan Boma akan menang karena ia adalah anak Kresna. Tetapi kenyataan berbicara lain. Gatutkaca menang dan Boma tersingkir. Bagiku bukan Gatutkaca yang menyingkirkannya melainkan Kresna sendiri. Kresna hanya ingin tahu sampai di mana kemampuan anakku sehingga harus dicarikan lawan yang seimbang. Boma sangat pantas untuk itu. Mengenai hubungan bapak anak itu, sedikit pun aku tidak percaya bahwa Kresna akan mengakui Boma sebagai darah dagingnya, karena sesungguhnya ia tak lebih dari aib seorang raksasa yang dengan licik telah memperkosa istrinya. Aku semakin yakin akan hal itu karena setelah peristiwa tewasnya Samba anak Kresna yang lain oleh Boma, pada akhirnya tangan Kresna sendiri yang mengakhiri hidup Boma dengan senjata Cakra.

Selanjutnya Pringgandani menjadi ujung tombak Amarta. Semua rakyat kami adalah ksatria-ksatria raksasa yang akan dengan mudah menyerahkan hidupnya untuk kemuliaan pemimpin-pemimpin mereka. Mereka percaya telah ditakdirkan memiliki derajat lebih rendah dibanding manusia sehingga satu-satunya cara untuk menegaskan keberadaan adalah dengan mengabdi pada manusia, pada Pandawa. Dengan begitu, aku sama sekali tak heran jika kami selalu berada di garis terdepan pada setiap pertempuran. Tak terhitung lagi korban, tak terasa lagi pedihnya kehilangan karena semua telah menjadi keseharian. Tak terkecuali perang ini, Baratayuda, perang yang bagiku hanya demi menagih janji beberapa gelintir orang. Nyatanya, Kurusetra menjadi ladang pembantaian dan seperti pemulung beruntung, ajal memungut segalanya.

Tadi malam Kresna menyelinap ke peraduan Gatutkaca. Telingaku terlalu tajam untuk melewatkan percakapan mereka.

Anakku, seberapa besar kau mencintai Pandawa?

Sebesar hormatku padamu.

Jika kuminta nyawamu malam ini?

Kau lebih tahu harga yang pantas untuk itu.

Kemenangan Pandawa.

Tunjukkan jalanku.

Aku segera tahu bahwa pasukan Awangga yang dipimpin Karna menyerang pada malam hari. Meski kami telah sepakat untuk berperang hanya pada siang hari, mulai matahari timbul dan berhenti pada saat tenggelam, rupanya perang adalah perang yang sejak dulu hanya mementingkan tujuan, menghancurkan musuh dengan cara apa pun. Maka malam itu, Kurusetra segera merona oleh ribuan obor. Keringat dan darah belum lagi kering, tapi seburuk-buruk kenistaan seorang ksatria adalah menolak tantangan. Pasukan Pringgandani segera bersiap, mengasah taring masing-masing, memburu musuh Pandawa.

Mengapa harus anakku? Wijayandanu di tangan Karna adalah senjata pemusnah terhebat. Jangankan manusia, dewa pun tak akan sanggup. Sebuah rahasia yang samar-samar kudengar, senjata itu akan membunuh Arjuna, adik iparku yang paling disayang oleh Kunti ibu mertuaku. Tapi Kresna memiliki rencana lain. Harus ada yang dikorbankan sebelum Karna bertemu dengan Arjuna. Nyatalah bahwa sebenarnya tak ada lagi kesempatan bagi Gatutkaca. Ia hanya sekeping mata uang pembeli kemenangan Pandawa. Karna sama sekali bukan tandingannya. Dan aku tahu, saat bintang-bintang berjatuhan dari langit, Wijayandanu telah menemukan sarungnya, tenggelam di tubuh Gatutkaca. Anakku telah mengepakkan sayap kecilnya, terbang di sela-sela bintang, memungutinya seperti kerang. Tubuhnya digulung mendung, seperti Antareja dan Antasena yang bergelut di kubangan. Ia menukik ke bumi, tapi kali ini tanpa bayangan Pergiwa yang dulu membuatnya bertindak serupa. Tubuhnya membelah malam, menghantam kereta kuda Karna. Aku melihat senyum terakhirnya.

Pagi ini aku menyelinap ke benteng Kurawa untuk menemui Karna. Kuceritakan padanya tentang Gatutkaca, anakku yang malang. Mengapa seorang Karna begitu lantang tertawa setelah menghabisi nyawa seorang bocah yang sama sekali bukan tandingannya. Ia tersenyum.

Kami hanya sedang bermain.

Kutatap matanya lekat. Aku tahu bahwa aku telah memaafkannya. Aku segera memeluknya karena mata itu, ternyata adalah mata Gatutkaca juga. Mata bayi yang hanyut di sungai air mata ibunya. Kunti, mertuaku. (35)

Griya Gayeng, Maret 2005

Cerpen Nanang Hape
Sumber : Suara Merdeka

Jumat, 25 November 2011

Tugas Minggu ke 10 ( Lapisan Sosial dan Kesamaan Derajat )

PELAPISAN SOSIAL DAN KESAMAAN DRAJAT

Pelapisan sosial atau di sebut juga Stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atau hierarkis(Pitirim A. Sorokin). Pelapisan sosial kenyataanya dapat di ketahui dalam masyarakat yaitu dengan munculnya kelas-kelas tinggi dan kelas kelas yang lebih rendah.


Adapun pengertian pelapisan sosial menurut P.J. Bouman, pelapisan sosial adalah golongan manusia yang di tandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu. Didalam masyarakat pelapisan masyarakat ini muncul karena gengsi kemasyarakatan sehingga timbulah pembedaan kelas-kelas dalam masyarakat, ada kelas-kelas tinggi yatu mereka yang mempunyai kekuasaan lebih dan hak-hak istimewa di banding dengan kelas-kelas rendah.

Pelapisan sosial merupakan gejala yang umum dalam suatu masyarakat dimanapun dan kapanpun pasti selalu ada Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi menyebut bahwa selama dalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai, maka dengan sendirinya pelapisan sosial terjadi. Sesuatu yang dihargai dalam masyarakat bisa berupa harta kekayaan, ilmu pengetahuan, atau kekuasaan.

Jadi dpat kita simpulkan bahwa Pelapisan sosial adalah perbedaan tinggi dan rendahnya suatu kedudukan seseorang dalam kelompoknya, bila dibandingkan dengan posisi seseorang maupun kelompok lainnya. Yang menentukan tinggi dan rendahnya lapisan sosial seseorang itu biasanya disebabkan oleh macam-macam perbedaan, sepertihalnya kekayaan di bidang ekonomi, nilai-nilai sosial, serta kekuasaan dan wewenang.

Mengenai pelapisan sosial saya akan membahas lebih dekat dengan contoh di negeri kita ini, di indonesia kita ini secara tidak langsung terjadi pelapisan sosial antara kalangan atas dan kalangan bawah, kalangan atasnya adalah mereka yang memiliki kekuasaan di pemerintah dan kalangan bawahnya adalah rakyat, kita dapat melihat bahwa pembedaan kelas ini begitu mencolok, contohnya saja dalam penegakan hukum, kesannya di negeri ini pemerintah lebih condong melindungi mereka yang duduk di kursi pemerintahan di banding melindungi keadilan rakyat.

Menurut kenyataan yang terjadi para pejabat negera yang mencuri kesejahteraan rakyat dengan kata lain melakukan Korupsi sangat sulit ditangkap dan di jerat hukum ketimbang rakyat biasa yang melakukan kejahatan misalkan pencurian kecil-kecilan, sekalipun misalkan pejabat negara di tangkap maka yang mereka huni bukan penjara-penjara biasa, akan tetapi penjara bak hotel berbintang.

Dari kasus di atas terlihat sangat mencolok pelapisan sosial antara kelas-kelas atas dan kelas-kelas rendah, dapat terlihat kelas-kelas atas mempunyai wewenang lebih dan kekuasaan lebih ketimbang kelas rendah, dan kesanya semuanya bisa di beli dengan uang termasuk keadilan dapat di beli dengan uang.

Kesamaan derajat adalah suatu sifat yang menghubungankan antara manusia dengan lingkungan masyarakat umumnya timbal balik, maksudnya orang sebagai anggota masyarakat memiliki hak dan kewajiban, baik terhadap masyarakat maupun terhadap pemerintah dan Negara. Hak dan kewajiban sangat penting ditetapkan dalam perundang-undangan atau Konstitusi. Undang-undang itu berlaku bagi semua orang tanpa terkecuali dalam arti semua orang memiliki kesamaan derajat. Kesamaan derajat ini terwujud dalam jaminan hak yang diberikan dalam berbagai faktor kehidupan.

Pelapisan sosial dan kesamaan derajat mempunyai hubungan, kedua hal ini berkaitan satu sama lain. Pelapisan soasial berarti pembedaan antar kelas-kelas dalam masyarakat yaitu antara kelas tinggi dan kelas rendah, sedangkan Kesamaan derajat adalah suatu yang membuat bagaimana semua masyarakat ada dalam kelas yang sama tiada perbedaan kekuasaan dan memiliki hak yang sama sebagai warga negara, sehingga tidak ada dinding pembatas antara kalangan atas dan kalangan bawah.

Opini :
Menurut saya pelapisan sosial dalam masyarakat lumrah terjadi, akan tetapi alangkah lebih baiknya diantara masyarakat menghilangkan perbedaan-berbedaan derajat dan mengusung kesamaan derajat sehingga tidak ada lagi ketidak adilan di negeri ini tidak ada lagi pihak yang lebih di untungkan dan pihak yang lebih di pentingkan, yang ada hanya kesamaan hak antar masyarakat.

Hartoyo
17110310
5 KA 25

tugas sostskill minggu ke 9(Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Kemiskinan)

TEKNOLOGI DAN DOKUMENTASI


Perbedaan yang mencolok antara Indonesia dan Amerika adalah teknologi yang dimiliki oleh kedua negara. Amerika menang dari segi teknologi sedangkan Indonesia belum memanfaatkan teknologi dengan maksimal. Indonesia yang dulu diberi sebutan Macan Asia, kini kalah dengan Jepang yang memiliki wilayah sempit dan tanah kurang subur akibat bom atom yang membumihanguskan kota mereka. Negara yang maju adalah negara yang menguasai perkembangan teknologi. Lihat Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Korea Selatan, bahkan saat ini India, yang dulu hidup dalam kemiskinan, memiliki peradaban (civilization) yang lebih maju dibandingkan negara Indonesia. Semua terjadi karena negara-negara tersebut menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (science and technology). Pendidikan dan riset yang intensif adalah kunci kesuksesan keberhasilan negara-negara ini. Perguruan tinggi menjadi ujung tombak suatu negara dalam membantu pengembangan riset. Amerika punya Universitas Illionis, Singapura punya Nanyang University, Jepang punya Tokyo University, dan Malaysia punya University Technology of Malaysia. Lihat saja di Indonesia, cuma ada beberapa universitas yang cukup concern pada riset dan pengembangan teknologi. Para engineer tidak terlalu dihargai di negara kita. Bentuknya adalah minimnya dana yang disediakan pemerintah untuk pengembangan teknologi yang baik. Mungkin saat ini pemerintah hanya berpikir,”Kan teknologi ini belum cocok sama Indonesia saat ini, jadi ga usah diriset”. Lalu apakah setelah teknologi tersebut sudah sangat maju di negara lain, negara kita baru akan mulai belajar? Apapun bentuk teknologi itu, bukan masalah tidak perlu atau perlu, tapi kita berusaha siap untuk menghadapi era teknologi yang lebih maju dari saat ini, salah satu bentuknya adalah dengan menguasai banyak teknologi.
Negara yang maju adalah negara yang terus belajar dan tidak lupa menyalin ilmu yang diperoleh dalam bentuk dokumentasi. Saya pernah berpikir, kalau dari generasi ke generasi setiap individu-individu mempelajari hal-hal yang sama setiap angkatannya, lalu bagaimana kita bisa berkembang? Saya kuliah di tingkat 3 teknik sipil, angkatan di atas saya telah belajar sesuatu yang saya pelajari saat ini, setahun yang lalu. Tahun depan, angkatan di bawah saya akan mempelajari hal yang sama juga yang saya pelajari tahun ini. Tentu kegiatan ini akan berlangsung dari tahun ke tahun tanpa adanya peningkatan ilmu yang berarti. Dokumentasi sangat penting dalam proses pembelajaran.Dengan dokumentasi, siapapun bisa belajar tanpa mengenal usia dan waktu. Bentuk dokumentasi bisa berupa buku, jurnal, tulisan pada blog, dll. Yang populer saat ini adalah publikasi dan dokumentasi lewat media internet. Banyak tulisan dan artikel dengan kualitas bagus yang ditulis dalam bahasa Inggris. Siapapun yang mengerti bahasa Inggris, paling tidak bisa meraih ilmu lebih banyak dibandingkan mereka yang hanya fasih berbahasa Indonesia. Makanya negara yang memakai bahasa Inggris lebih maju. Terakhir India lebih sering menggunakan bahasa Inggris, terlihat dari banyaknya film Bollywood yang kini diproduksi memakai bahasa Inggris. Bagaimana dengan negara kita yang bahasa utamanya adalah bahasa Indonesia? Solusinya ada dua: meningkatkan kemampuan bahasa Inggris atau menyalin serta menerjemahkan ilmu yang banyak ada di dalam bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Kan sayang sekali kalau selama kita hidup, kita punya banyak karya, tapi ilmunya sendiri hilang begitu saja ketika kita meninggalkan dunia ini. Lebih bijaksana jika ilmu tersebut disalin dulu ke dalam media tulis agar generasi muda bisa belajar lebih cepat dari pengalaman-pengalaman yang sudah diraih tersebut, apalagi jika ilmu tersebut ditulis dalam bahasa Indonesia. Selain itu, komputerisasi adalah proses menuju era perkembangan yang pesat. Tidak bisa dipungkiri lagi, perkembangan komputer telah banyak membantu para engineer memudahkan banyak pekerjaan yang rumit. Saya sangat senang programming, namun anehnya banyak teman-teman saya yang tidak suka programming. Padahal, para engineer terdahulu harus bisa programming. Bagi saya programming gampang-gampang susah, sedangkan ilmu dari kampus sangat susah. Bagi teman-teman saya programming memang susah, namun jika kita menguasainya, ilmu yang kita pelajari bisa kita permudah menggunakan programming. Bentuk komputerisasi tidak hanya itu, penggunaan komputer dalam membantu simulasi sangat dibutuhkan. Lihat saja jurusan Astronomi yang membutuhkan komputer untuk simulasi bintang dan benda-benda angkasa. Kesimpulannya, saya mengajak teman-teman untuk ikut serta mengembangkan ilmu yang teman-teman raih saat ini dan jangan lupa untuk mendokumentasikannya.

Hartoyo
17110310
5 KA 25

tugas sostskill minggu ke 8(agama dan masyarakat)

Pendidikan Agama dalam Masyarakat Multikultur

Salah satu keunikan masyarakat Indonesia adalah keterikatannya pada simbol-simbol agama dan pada keyakinannya akan fungsi sosial agama dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan eksistensial dan memberi rasa aman oleh kepastian dalam membuat pemaknaan atas peristiwa-peristiwa kehidupan bagi pemeluknya secara eksklusif. Keunikan ini sangat kentara ketika selalu ada kelompok dalam masyarakat yang senantiasa memberikan posisi bagi agama dalam ruang publik yang seharusnya dikonstruksi menjamin keleluasaan yang terbuka bagi semua ekspresi dan pemaknaannya.

Pendidikan agama yang masuk dalam ruang sekolah salah satu contoh kuatnya agama dalam mengambil posisi dalam ruang publik masyarakat Indonesia. Pendidikan agama dalam ruang -publik sekolah resmi hadir sejak 29 Desember 1945, ketika Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan membentuk Panitia Penyelidik Pendidikan yang berhasil merumuskan sistem dan kurikulum pendidikan Sekolah Menegah Pertama yang menggantikan Sekolah Menengah yang diciptakan Jepang. Pada masa itu pendidikan agama telah masuk dalam kurikulum SMP meskipun sebelumnya Ki Hajar Dewantara sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan telah menyampaikan sikapnya yang sangat pesimis dengan mengatakan,”agama dalam pengajaran di sekolah adalah soal lama dan terus-menerus menjadi persoalan yang sulit”. Kesulitan ini terutama karena bagi Ki Hajar “ada tuntutan supaya sifat keagamaan tadi diberi bentuk yaitu ‘pengajaran agama’, yang mana hakikat syariat agama diberi bentuk yang pasti dan tertentu” .

Faktor keyakinan masyarakat akan kekuatan agama dalam fungsi sosial yang antara lain didesakkan melalui tuntutan akan pendidikan agama di sekolah tidak saja didesakkan oleh kelompok penganut agama. Dalam perkembangannya, pendidikan agama di ruang sekolah juga dimaknai sebagai pendidikan untuk menghalau ‘pengaruh komunis’, ketika rezim Soeharto secara sistematis menggiring warganegara menggunakan ‘stempel’ agama yang dibatasi lima macam agama. Demikian hingga kini pendidikan agama turut mewarnai format hubungan agama dan negara yang masih dalam proses pencarian model yang paling mewadahi aspirasi masyarakat sekaligus diharapkan bisa mendukung pendewasaan dalam berbangsa dan bernegara.

Persoalannya, ketika pendidikan agama yang masing-masing sudah ‘tertentu’ harus masuk dalam ruang sekolah umum, pendidikan agama seperti apa yang bisa memungkinkan untuk mendukung peningkatan kesanggupan mengelola keragaman sebagaimana dibutuhkan dalam proses pendewasaan berbangsa dan bernegara?

Sudut Pandang dan Level Persoalan

Mengkaji masalah pendidikan agama dalam masyarakat multikultur, hal yang penting dilakukan adalah melihat masalah dari beragam sudut pandang. Satu sisi tidak bisa diabaikan adanya kelompok masyarakat yang senantiasa membutuhkan pegangan dalam ketidakpastian hidup yang mereka andaikan bisa terjawab oleh agama. Pengajaran agama oleh kelompok masyakat ini diyakini sebagai cara yang penting untuk membekali generasi muda dengan model hidup yang aman berdasarkan ajaran agama yang dianggap benar secara absolut.

Di sisi lain wacana keagamaan yang direproduksi dalam ruang-ruang kelas bagi generasi muda-peserta didik seringkali dirasa membosankan, karena hanya berisi hal-hal yang sudah tertentu dan pasti yang kadang harus dihafal, tetapi tidak menyentuh kegelisahan mereka sehari-hari. Wacana keagamaan yang mengandung pengandaian bahwa masyarakat adalah monokultur juga menghasilkan sikap yang gamang, ambigu bahkan tidak toleran dalam menghadapi perbedaan.

Para guru agama yang penuh dedikasi kebanyakan berfikir dan berbicara dengan referensi dunianya dan para siswa sudah mempunyai referensi pengalaman hidup yang berbeda. Ada sedikit guru agama yang mau berdialog dalam perbedaan dunia mereka dan dunia generasi muda, tetapi lebih banyak yang secara tidak sadar, guru agama -sebagaimana guru-guru pada umumnya–menempatkan diri sebagai penguasa kelas yang menganggap diri mempunyai otoritas penuh atas kebenaran yang senantiasa dibawakan dengan metode yang monoton.
Dalam pendidikan agama di sekolah sering terjadi kebuntuan komunikasi antara guru dan peserta didiknya. Mulai banyak guru mengeluh bahwa anak jaman sekarang tidak menyukai pelajaran agama. Tanpa mempertimbangkan petode pembelajaran yang monoton dan tidak peduli dengan kebutuhan peserta didik, para guru benyak yang mempersoalkan jam pelajaran yang hanya dua jam dan pelajaran agama yang tidak lagi dianggap penting oleh sistem karena tidak diujikan dalam ujian nasional.

Dalam situasi ini para siswa yang kegelisahannya tidak terjawab dalam pelajaran agama, tentu saja mereka mencari di banyak sumber, diantara mereka ada yang berminat pada kelompok-kelompok kegiatan keagamaan di luar sekolah yang adakalanya mempunyai motivasi politik. Meski wacana keagamaan yang dikembangkan dalam kegiatan keagamaan di luar kelas pelajaran agama dan bermotif politik ini sering membingungkan generasi muda karena sangat puritan, tertutup dan wewenang penafsiran dan pengajarannya sangat hierarkis, tetapi karena metode dan pembawaan pengajarnya menarik, kegiatan ini berkembang dan jaringannya makin luas antar sekolah dan universitas.

Sesungguhnya kita mendapatkan gambaran bahwa pendidikan agama yang berlangsung ini tidak bisa memberi jaminan bahwa apa yang diharapkan oleh para pendukung pendidikan agama disekolah akan terpenuhi. Apalagi ketika pendidikan agama di sekolah umum pengelolaanya diserahkan pada sistem yang dari sisi paradigmatis mestinya sangat berbeda. Yang saya maksud perbedaan di sini adalah, misalnya dalam pelajaran IPA atau IPS titik tekanan pada aspek kogniti saja masih bisa atau dianggap memungkinkan. Tetapi untuk pelajaran agama yang dalam tujuannya adalah membentuk karakter atau ahlak, bagaimana mungkin terjadi ketika penekanan dalam pembelajaran hanya pada salah satu aspek dari kepribadian?

Maka sesungguhnya masalah pendidikan agama di sekolah terbelit dalam tiga level persoalan yang masing-masing mengandung kerumitan. Pertama pada level idiologi berbangsa dan bernegara yang masih menunggu evaluasi dari pengalaman hidup bersama yang membutuhkan waktu yang cukup untuk mendorong adanya kebulatan tekad mengambil sebuah idiologi yang jelas dan lugas yang menyokong kebersamaan yang multikultural.

Level kedua adalah pada sistem pendidikan yang dikelola oleh negara yang dalam kebijakannya sangat dipengaruhi situasi di level ketiga yaitu level kultural dan tekanan pasar. Pendidikan agama di sekolah menyesuaikan ketentuan sistem, hingga pada model evaluasi yang menggunakan angka-angka untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan. Siapa pun akan mudah tergelitik dengan model evaluasi ini untuk kasus pendidikan agama, tetapi bila sampai terfikir untuk diubah maka tidak bisa diubah sebagian. Belum lagi soal kesiapan guru untuk mengelola pembelajaran yang sungguh-sungguh berdampak dalam pembentukan karakter dan ahlak, diperlukan guru yang inspiratif dan kreatif.

Pada level kultural dimana terdapat saling kait urusan kesejahteraan, pendidikan, akses pada informasi dan pengalaman akan keragaman yang pada gilirannya mempengaruhi perkembangan wacana keagamaan dan pemikiran tentang pengelolaan perbedaan. Tidak bisa disangkal bahwa pada level ini prasangka antar kelompok agama dan keyakinan masih cukup kuat bahkan mempengaruhi kebijakan publik-keagamaan misalnya dalam soal pendirian rumah ibadah dan pengaturan tentang pendidikan agama di sekolah-sekolah yayasan keagamaan.

Bila pendidikan agama terbelit dalam tiga level ini maka untuk mengkaji dan mengurainya kiranya perlu mempertumbangkan tiga level persoalan ini.

Praktek Pendidikan Agama di Sekolah

Terdapat tiga karakter sekolah yang terkait dengan pendidikan agama di sekolah. Pertama sekolah negeri, kedua sekolah swasta umum non yayasan agama dan sekolah swasta yayasan agama dan sekolah calon ahli atau pimpinan agama seperti madrasah dan seminari. Varian karakter ini awalnya terbentuk karena perbedaan sumber pembiayaan, pengawasan dan otonomi sekolah, serta misi dan intervensi pada kurikulum. Dalam perkembangannya dinamika sekolah juga turut mempengaruhi karakter sekolah. Tiga karakter ini pada akhirnya juga terkait dengan persoalan multikulturalisme dalam masyarakat.

Pada sekolah negeri dan sekolah swasta umum non yayasan keagamaan, pada jam pelajaran agama siswa dipisah menurut agama yang berbeda-beda. Selama puluhan tahun praktek pendidikan agama di sekolah seperti ini belum ada yang memberikan perhatian secara serius bahwa pemisahan siswa pada jam pelajaran agama adalah sebuah pembiasaan dan penanaman kesadaran bahwa agama adalah sesuatu yang memisahkan (kebersamaan) manusia.

Pada tahun 2004 kami menyebar angket pada 958 anak SD kleas 4, 5 dan 6 di 11 SD di Kota Madya Jogjakarta, 896 siswa SMP pada 9 sekolah dan 983 siswa SMA di 11 sekolah. Salah satu data yang terkait dengan pemisahan siswa berdasarkan agama ini adalah dalam penjawab pertanyaan tenang kesan tentang agama lain, makin tinggi tingkat sekolahan, makin besar jumlah jawaban yang khawatir pada agama lain . Data kedua adalah data dari diskusi kelompok terfokus di SMP Negeri 8. Ketika dilempar pertanyaan tentang apakah seorang penganut suatu agama boleh mengerti agama yang dianut orang lain, peserta diskusi yang menjawab dengan santai bahwa tidak ada masalah seseorang penganut agama memahami agama orang lain dengan berbagai argumentasi pengalaman adalah siswa-siswa kelas 1, sedangkan siswa kelas 2 menolak dengan mengatakan hal itu tidak perlu , bagimu agamamu bagiku agamaku dan beberapa siswa kelas dua menolak dengan sangat emosional . Data ini menjadi bukti bahwa pemisahan kelas mempunyai pengaruh dalam kenyamanan berelasi.

Di kalangan peserta didik di sekolah Negeri pelajaran agama berlangsung lebih teratur dan siswa beragam agama hampir selalu mendapatkan guru pelajaran agama sesuai dengan keyakinan para siswa karena secara umum pemerintah mengusahakan guru agama bagi semua peserta didik. Sebagai milik pemerintah, semua aktifitas pembelajaran di sekolah negeri mengikuti secara penuh apa yang menjadi kebijakan pemerintah di bidang pendidikan.

Pada sekolah-sekolah yang menyiapkan peserta didiknya menjadi ahli agama atau pemimpin agama seperti di madrasah atau seminari, seluruh kegiatan pembelajaran umumnya benar-benar diarahkan untuk mendukung tujuan pendidikan yang ada. Sayangnya keseriusan pada satu bidang ini menyebabkan kecenderungan kurang terbuka bagi pergaulan yang lebih luas, yang dengan demikian membatasi pengalam dengan keragaman juga. Minimnya pengalaman akan keragaman perlu dikaji apakah ada kaitannya dengan sensitivitas pada yang berbeda. Sensitivitas pada yang berbeda hanya akan berkembang ketika ada pengalaman dengan yang berbeda dan menggerti adanya perspektif yang berbeda juga.

Di sekolah umum yayasan keagamaan di mana biaya operasional secara umum ditanggung oleh yayasan dan wali murid, terdapat kebijakan sekolah yang menunjukkan keunikan yayasan. Keunikan ini tampak dalam penerimaan guru, hingga tambahan pelajaran maupun kegiatan ekstrakurikuler yang mewadahi pemenuhan misi yayasan keagamaan melalui pendidikan. Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah lebih banyak pada soal jaminan kualitas pendidikan, tetapi umumnya tidak menyentuh pada soal keunikan sekolah yayasan keagamaan. Baru menjelang penetapan Undang-Undang no.20 tentang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003, banyak sekolah di bawah yayasan keagamaan yang merasa otonominya diganggu terutama berkaitan dengan pasal 13 yang mewajibkan semua sekolah memberikan pelajaran agama yang sesuai dengan agama yang dianut oleh siswa. Hingga tahun 2009 ini banyak sekolah yayasan keagamaan yang tidak bisa memenuhi tuntutan pasal 13 UU no,20 tahun 2003 itu karena alasan teknis pembiayaan guru dan alasan lain adalah menolak pelanggaran otonomi yayasan yang merasa tidak memaksa siswa untuk masuk ke sekolah yang mempunyai keunikan tertentu.

Sekolah umum di bawah yayasan non keagamaan dan keagamaan mempunyai peluang yang lebih besar untuk membuat eksperimentasi pendidikan agama yang salah satunya bisa menjadi tanggapan atas masyarakat yang multikultural. Sebagai contoh adalah SMA BOPKRI 1 Jogjakarta yang tidak menggunakan cara pemisahan siswa pada jam pelajaran agama, karena di sekolah yang bernaung di bawah yayasan Kristen ini tidak memberikan pelajaran agama Kristen Protestan, tetapi yang diberlakukan adalah pelajaran Komunikasi Iman. Pada pelajaran ini siswa dari berbagai agama belajar bersama tentang tema-tema yang ditentukan bersama oleh para siswa. Metode active learning dan refleksi menjadikan siswa penganut suatu agama akan menjadi penanggung jawab tema yang sesuai dengan agamanya, yang terdorong mendalami agamanya teteapi pada saat yang sama bisa memahami agama lain.

Konsesuensi dari pendidikan komunikasi iman ini perlunya paradigma yang sangat berbeda. Hal yang saat ditemui dalam pembelajaran agama Islam yang diampu oleh Ibu Anis Farikhatin di SMA PIRI 1 Jogjakarta yang menggunakan metode active learning dan refleksi dalam mengangkat tema pengalaman hidup yang terkait dengan mata pelajaran yang diadaptasi dari kurikulum yang ada. Demi memenuhi kebutuhan belajar pada pengalaman dalam pelajaran agamanya, Bu Anis tidak segan mengundang guru agama Hindu, Budha atau Kristen ke kelasnya dan menjadikan kehadiran yang berbeda sebagai cara menghadirkan kenyataan hidup yang penuh keragaman.

Tanggapan Masyarakat atas kebijakan Pendidikan

Dalam kacamata multkulturalisme, kewajiban bagi setiap siswa untuk mengikuti salah satu dari lima macam pendidikan agama, bagi para penganut agama dan kepecayaan di luar agama resmi adalah memutus generasi penerus penganut agama dan kepercayaan tersebut. Dampak dari pendidikan agama yang dibatasi berdasarkan agama yang dianggap resmi oleh pemerintah ini terasa setelah beberapa generasi. Namun hingga saat ini belum ada pihak penganut agama yang termarjinalkan secara sistematis mempersoalkan pelajaran agama yang pada masa pemerintahan Soeharto menjadi salah satu syarat kenaikan kelas.

Namun ketika pelajaran agama tidak lagi menentukan kelulusan dan tidak menjadi mata pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional pun tidak ada tanggapan yang kontra.

Saat ini ketika generasi yang mengalami pendidikan agama yang memisahkan siswa karena berbeda agama telah menjadi dewasa, sekat antaranggita masyarakat pun makin terasa. Para orang tua yang tidak puas dengan pendidikan agama di sekolah yang dua jam mengirim anak-anaknya ke sekolah terpadu yang jam pelajaran agamanya jauh lebih banyak. Anak-anak makin berkurang pengalaman bermainnya dan berkurang juga kesempatan bertemu dan mengalami kebersamaan dengan orang-orang yang berbeda.

Sementara di sisi lain Pak Sartana guru agama yang membawakan pelajaran komunikasi iman mendapat sambutan dari para orang tua siswa karena telah menemani anak-anak mereka lebih masuk pada lika-liku kehidupan yang mendewasan bagi anak-anaknya. Meski model pembelajaran pada komunikasi Iman membingungkan bagi pengawas pendidikan, pemerintah tidak bisa menghentikan ekperimentasi yang dilakukan oleh Pak Sartana, terutama karena dukungan masyarakat.

Rekomendasi

Pendidikan agama yang dibutuhkan dalam masyarakat multikultur adalah pendidikan agama yang senantiasa menghadirkan kehidupan yang penuh keragaman, baik latar belakang manusia maupun keragaman sudut pandang. Untuk itu pelajaran agama sebaiknya berbasis pengalaman akan memecah kebekuan ajaran agama yang tertutup dan tidak melihat realitas secara hitam putih. Di sekolah yang melakukan pemisahan siswa beda agama pada jam pelajaran agama perlu ada antisipasi agar pemisahan tidak berpengaruh buruk pada rasa aman dan nyaman dengan penganut agama yang berbeda. Hilangnya rasa aman dan nyaman akan merusak saling percaya antar anggota masyarakat yang mana saling percaya ini merupakan modal sosial yang dibutuhkan dalam kehidupan bersama yang adil dan beradab.

Pendidikan agama berbasis pengalaman meniscayakan perubahan paradigma dalam melihat relasi guru-peserta didik maupun dalam melihat sumber belajar serta proses pembelajaran. Pengalaman hanya mungkin menjadi sumber belajar ketika guru dan murid merasa setara, masing-masing merasa mempunyai kelebihan dan kekuarangan untuk mengkaji bersama dengan berbagai sudut pandang. Dalam menilai keberhasilan atau kegagalan belajar, pendidikan agama membutuhkan model evaluasi yang tidak menggunakan angka, tetapi harus didasarkan pada praktek hidup yang partisipatif dan bertanggungjawab pada diri sendiri dan lingkungan. Penilaian bukan dengan angka tetapi narasi yang menunjuk pada kualitas.

Pelajaran agama untuk siswa dari beragam agama bisa dilakukan dengan saling berbagi pengalaman penghayatan keimanan, berbagi informasi dan pengetahuan siswa tentang agamanya. Cara belajar seperti ini mendorong siswa untuk lebih aktif dan bertanggung jawab dalam mendalami agamanya dan pada saat bersamaan membiasakan sikap hormat dan simpati bagi penganut agma yang berbeda.

Untuk menghadirkan paradigma baru dalam pembelajaran agama dibutuhkan guru-guru yang mau terbuka untuk senantiasa belajar. Disamping kenaikan gaji guru, yang lebih penting untukdiusahakan adalah peningkatan kapasitas dan komitmen guru dalam memasilitasi peserta didiknya mengembangkan dan mendewasakan kepribadian serta karakternya.

Hartoyo
17110310
5 KA 25

tugas softskill minggu ke 7(masyarakat perkotaan dan pedesaan)

"KEHIDUPAN KOTA DAN DESA"

 Pengertian Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok atau sekumpulan manusia atau individu yang menempati suatu wilayah tertentu dalam jangaka waktu yang lama dan mempunyai suatu tujuan yang sama dan memiliki hubungan baik secara keseluruhan maupun dengan cakupan wilayah. Dari pengertian diatas dapat kita menjadi dua, yaitu pengertian sempit dari masyarakat bahwa masyarakat sekelompok individu yang berada dalam suatu wilayah tertentu dan dalam arti luas bahwa masyarakat kumpulan individu yang memiliki hubungan tanpa memperhatikan wilayah dan tertori.

Tentunya baik dalam arti sempit maupun arti luas Masyarakat memiliki syarat tertentu diantaranya :
• Masyarakat harus merupakan kumpulan individu atau kelompok yang banyak dan bukan binatang.
• Individu-individu dalam masyarakat harus saling berhubungan
• Telah lama tinggal di suatu wilayah dalam waktu yang cukup lama.
• Adanya suatu aturan atau undang-undang yang mengatur mereka agar dapat tercapainya tujuan maupun cita-cita bersama
• Ada sistem tindakan utama.
• Saling setia pada sistem tindakan utama.
• Mampu bertahan lebih dari masa hidup seorang anggota.
• Sebagian atan seluruh anggota baru didapat dari kelahiran / reproduksi manusia.

Dari pernyataan diatas masyarakat akan dikelompokkkan menjadi dua bagian yaitu masyarkat kota dan masyrakat desa. Dari pengelompokan tersebut akan menceritakan sisi dan perbedaan antara kehidupan dari masyarakat kota dan masyarakat desa.

 Kehidupan Masyarakat Kota
Pengertian dari masyarakat perkotaan lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Masyarakat perkotaan juga sering disebut urban community. Masyarakat perkotaan memiliki suatu ciri-ciri tertentu.
Ciri-ciri dari masyarakat kota adalah sebagai berikut :

• Perilaku heterogen
• Perilaku yang dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan kelembagaan
• Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas dan fungsi
• Mobilitas sosial,sehingga dinamik
• Kebauran dan diversifikasi cultural
• Sudah mengenal teknologi yang tingggi cepat menerima kemajuan
• Birokrasi fungsional dan nilai-nilai sekular.
• Kehidupan agama kurang dibandingkan dengan masyarakat desa
• Individualisme yang tinggi
• Pembagian kerja yang nyata dan tegas
• Peluang mendapatkan pekerjaan lebih mudah daripada masyarakat desa.
• Efisiensi waktu

Dalam kehidupan masyarakat perkotaan terdapat 5 unsur lingkungan yang dapat menunjang pertumbuhan kehidupan di kota, yaitu :

- Wisma
- Karya
- Marga
- Suka
- Penyempurnaan

Kota juga dituntut memberikan fungsi dan peranan terhadap pengembangan wilayah dan daerahnya, baik dalam skala regional ataupun nasional. Pengembangan tidak hanya mencakup wilayahnya saja ini adalah fungsi eksternal dari kota.

 Kehidupan Masyarakat Desa
Pengertian dari desa adalah kesatuan wilayah yg dihuni oleh sejumlah keluarga yg mempunyai sistem pemerintahan sendiri. Ciri-ciri dari desa adalah :
• Hubungan antara individu saling mengenal
• Kehidupan ekonomi biasanya pada bidang agraris
• Adanya sifat kekeluargaan antar masyarakat
• Perilaku homogen.
• Kolektivisme.
• Perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan.
• Perilaku yang berorientasi pada tradisi dan status.
• Isolasi sosial, sehingga statis.
• Kesatuan dan keutuhan cultural.
• Bersifat statis, artinya kemajuan sangat lambat.
• Banyak ritual dan nilai-nilai sacral

Sifat masyarakat desa yang paling menonjol adalah Interaksi antar anggota masyarakat itu sangat erat sekali, tidak seperti kota yg meiliki individualisme yang tinggi. Kehidupan de desa biasanya juga rukun, tentram dan damai, atau istilahnya dapat dikatakan adem ayem. Orang mengira bahwa masyarakat desa itu sangat tradisional, akan tetapi pada kenyataannya tidak. Pada hakikatnya masyarakat di desa tidak jauh berbeda dengan masyarakat kota. System pembagian kerja di desa juga sudah tertata rapi, ada spesialisasi dalam pekerjaan. Desa adalah penunjang dari kota, karena kebanyakan mata pencaharian masyarakat desa kebanyakan di bidang agraris. Hasil dari mata pencaharian mereka sangat dibutuhkan sekali oleh masyarakat perkotaan. Sifat kekeluargaan di desa menghasilkan sebuah kegiatan kerjasama yang dapat menambah rasa persaudaraan dan juga efisiensi pekerjaan yaitu gotong royong. Gotong royong dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

- Gotong royong dalam pekerjaan yang timbul oleh inisiatif dari dalam anggota
- Gotong royong dalam pekerjaan yang timbul oleh inisiatif dari luar anggota

 Perbedaan Masyarakat Desa dan Masyarakat Kota
Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Dilihat dari kedua kehidupan masyarakat ini baik kehidupan kota maupun desa, kedua-duanya memiliki kelebihan maupun kekurangan. Namun dalam kedua masyarakat ini terdapat fakta-fakta yang sangat membedakan antara kehidupan kota dan desa Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan kota. Ciri-ciri tersebut antara lain :

1. Jumlah dan kepadatan penduduk. Meskipun tidak ada ukuran pasti, kota memiliki pendudukan yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan desa. Hal ini mempunyai kaitan erat dengan kepadatan penduduk, yaitu jumlah penduduk yang tinggal pada suatu luas wilayah tertentu, misalnya saja jumlah per KM2 (Kilometer persegi) atau jumlah per hektar.

2. Kedudukan Ketua RT, RW, dan Lurah sangat tinggi dan disegani pada masyarakat desa. Masyarakat desa menganggap mereka sebagai pimpinan masyarakat yang harus dicontoh dan teladani. Sedangkan pada kehidupan kota Ketua RT, RW dan Lurah merupakan kedudukan stuktural yang tidak memiliki nilai pada masyarakat, bahkan dianggap sebagai pesuruh untuk membuat surat-surat tertentu.

3. Masyarakat desa sangat sulit menerima perubahan-perubahan sosial berbeda dengan masyarakat kota, namun apabila masyarakat desa menerima perubahan sosial tersebuat maka mereka akan menerimanya secara total tanpa menyaring baik atau buruknya.

4. Biasanya Masyarakat Desa menyimpan atau menumpuk hartanya dalam bentuk tanah persawahan sedangkan masyarakat kota mempercayakan hartanya pada simpanan BANK berbentuk Deposito atau lainnya.

5. Pendidikan menjadi prioritas utama bagi masyarakat kota sedangkan bagi masyarakat desa terkadang pedidikan kurang menjadi prioritas yang penting mereka dapat bekerja dan menghasilkan uang.

6. Masyarakat Kota akan menikah apabila mereka sudah cukup mapan untuk menafkahi keluarganya kelak, sedangkan masyarakat desa kalau sudah dewasa maka mereka akan menikah walaupun mereka belum mapan.

7. Masyarakat desa masih meyakini bahwa banyak anak akan membawa rezeki, berbeda dengan Masyarakat kota yang menunda punya anak apabila belum menginginkanya.

8. Masyarakat desa sangat peduli dengan masalah tetangganya sedangkan masyarakat kota sangat tidak peduli karena bagi mereka urusan personal merupakan hak privasi mereka
Itulah mungkin beberapa fakta yang memperlihatkan perbedaan antara kehidupan desa dan kehidupan kota, mungkin masih banyak lagi fakta-fakta yang lainnya yang belum bisa dijelaskan. Yang pasti dari fakta-fakta tersebut kita dapat mengetahui kebiasaan mana yang menjadi kultur yang baik dan kebiasaan mana yang menjadi suatu kultur yang buruk.

Tentunya kita sekarang ini sebagai generasi yang berwawasan, kita harus mengambil kultur yang baik dari kehidupan desa dan kota dan menggabungkannya sehingga akan terbentuk sebuah kultur kehidupan yang nyaman dan aman serta kondusif bagi kehidupan kita.

Aspek positif dan negative dari kota
Aspek positif dari kota :
1. Masyarakat kota dapat menerima perkembanggan zaman.
2. Masyarakat kota lebih mendapatkan kehidupan yang layak dibandingkan masyarakat desa karena tidak tergantung dalam satu bidang pekerjaan saja.
Aspek negatif kota :
1. Terbentuknya sub-urban.
2. Makin meningkatnya tuna karya, yaitu orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap.
3. Pertambahan penduduk kota yang pesat menimbulkan masalah perumahan.
4. Lingkungan hidup yang sehat, apalagi ditambah dengan adanya berbagai kerawanan sosial memberi pengaruh yang negatif terhadap pendidikan generasi muda.

Hartoyo
17110310
5 KA 25

togas softskill minggu ke 6

Prasangka dan Diskriminasi

Sikap yang negatif terhadap sesuatu disebut prasangka. Walaupun dapat kita garis bawahi bahwa prasangka dapat juga dalam pengertian positif. Tidak sedikit orang-orang yang mudah berprasangka. Mengapa terjadi perbedaan cukup mencolok ? Tampaknya kepribadian dan intelegensia juga faktor lingkungan cukup berkaitan dengan munculnya prasangka.

Namun belum jelas benar ciri-ciri kepribadian mana yang membuat seseorang mudah berprasangka. Sementara pendapat menyebutkan bahwa orang yang berintelekgensi yang tinggi, lebih suka berprasangka. Mengapa? karena orang-orang macam ini bersifat dan bersikap kritis. Kondisi lingkungan/wilayah yang tidak mapan pun cukup beralasan untuk dapat menimbulkan prasangka suatu individu atau kelompok social tertentu.

Dalam kondisi persaingan untuk mencapai akumulasi materiil tertentu, atau untuk meraih status sosial bagi suatu individu atau kelompk social tertentu, pada suatu lingkungan/wilayah dimana norma-norma dan tata hukum dalam kondisi goyah, dapat merangsang munculnya prasangka dan diskriminasi dapat dibedakan dengan jelas. Prasangka bersumber dari suatu sikap. Diskriminasi menunjukkan kepada suatu tindakan. Dalam pergaulan sehari-hari sikap berprasangka dan diskriminasi seolah-olah menyatu dan tidak dapat dipisahkan.

Seorang yang mempunyai prasangka rasial, biasanya bertindak diskriminasi terhadap ras yang diprasangkainya. Demikian juga sebaliknya,seseorang yang berprasangka dapat saja berprilaku tidak diskriminatif. Di Indonesia kelompk keturunan Cina sebagai kelompok minoritas,sering menjadi sasaran rasial,walaupun secara yuridis telah menjadi warga Negara Indonesia dan dalam UUD 1945 BAB X Pasal 27 dinyatakan bahwa semua warga Negara mempunyai kedudukan yang sama adlam hukum dan permerintahan.

Sikap berprasangka jelas tidak adil,sebab sikap yang diambil hanya berdasarkan pada pengalaman atau apa yang didengar.Apabila muncul suatu sikap yang berprasangka dan diskriminatif terhadap kelompok social lain,atau terhadap suatu suku bangsa,kelompk etnis tertentu,bias jadi akan menimbulkan pertentangan² social yang lebih luas.Suatu contoh:beberapa peristiwa yang semula menyangkut berapa orang saja,sering menjadi luas,melibatkan sejumlah orang.Akan menjadi riskan lagi apabila peristiwa itu menjalar lebih luas,sehingga melibatkan orang² disuatu wilayah tertentu,yang diikuti dengan tindakan² kekerasan dan destruktif dengan berakibat mendatangkan kerugian yang tidak kecil.

Contoh lain:prasangka diskriminasi ras yang terjadi di Afrika Selatan,prasangka Negara Israel dengan negara² di Timur Tengah berkebang menjadi pertentangan social.Contoh factual lain berkisar pada tahun 1985 orang² Papua Nugini sebagai tetangga dekat Indonesia pernah berprasangka bahwa Negara Indonesia melewati tapal batas wilayah Papua Nugini.Fakta dilapangan memang meyakinkan bahwa terdapat ribuan orang dari provinsi Papua masuk ke Negara Papua Nugini.Setelah hasil pengusutan dan hasil penelitian dipelajari dengan seksam oleh pemerintah ,ternyata ada perusuh dam pembangkang terhadap pemerintah Indonesia.


SEBAB-SEBAB TIMBULNYA PRASANGKA DAN DISKRIMINASI
Berikut ini adalah beberapa sebab yang menimbulkan prasangka dan diskriminasi, yaitu :
a. Berlatar belakang sejarah.
b. Dilatar belakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional.
c. Bersumber pada factor kepribadian.
d. Berlatar belakang dari perbedaan keyakinan,kepercayaan dan agama.

DAYA UPAYA UNTUK MENGURANGI/MENGHILANGKAN PRASANGKA DAN DISKRIMINASI
Daya upaya untuk mengurangi prasangka dan diskriminasi dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
a. Perbaikan kondisi social ekonomi
b. Perluasan kesempatan belajar
c. Sikap terbuka dan sikap lapang

ETNOSENTRISME
Suku bangsa, ras cenderung menganggap budaya mereka sebagai salah suatu yang prima, riil, logis, sesuai dengan kodrat alamdan sebagainya. Segala yang berbeda dengan kebudayaan yang mereka miliki dipandang sebagai suatu yang kurang baik,kurang estetis, bertentangan dengan kodrat alam dan sebagainya. Hal-hal yang disebutkan diatas disebut ETNOSENTRISME yaitu,suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagai suatu yang prima, terbaik, mutlak, dan dipergunakannya sebagai tolak ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain.

Etnosentrisme sepertinya memang merupakan gejala social yang universal,dan sikap yang demikian biasanya dilakukan secara tidak sadar. Dengan demikian etnosentrisme merupakan kecenderungan tak sadar untuk menginterprestasikan atau menilai kelompok lain dengan tolak ukur kebudayaannya sendiri. Akibatnya etnosentrisme penampilan yang etnosentrik, dapat menjadi penyebab utama kesalah pahaman dalam komunikasi. Etnosentrisme dapat dianggap sebagai sikap dasar Chauvinisme pernah dianut oleh orang-orang Jerman pada zaman NAZI Hitler. Mereka merasa dirinya lebih superior, lebih unggul dari bangsa-bangsa lain,dan memandang bangsa lain sebagai inferior, lebih rendah, nista dsb.

Hartoyo
17110310
5 KA 25

tugas sostskill minggu ke 5(warga negara dan negara)

Kewajiban Bela Negara Bagi Semua Warga Negara Indonesia - Pertahanan Dan Pembelaan Negara

Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara." dan " Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang." Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.

Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :
1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD '45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain seperti :
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.

Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam ATHG / ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI / Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi kedaulatan dan kesatuan NKRI.

Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara :
1. Terorisme Internasional dan Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.

Tambahan :
Hati-hati pula dengan gerakan pendirian negara di dalam negara yang ingin membangun negara islam di dalam Negara Indonesis dengan cara membangun keanggotaan dengan sistem mirip mlm dan mendoktrin anggota hingga mereka mau melakukan berbagai tindak kejahatan di luar ajaran agama islam demi uang. Jika menemukan gerakan semacam ini laporkan saja ke pihak yang berwajib dan jangan takut dengan ancaman apapun.


Hartoyo

17110310

5KA 25